
Depok, 24 Juni 2025 – Sebagai bentuk komitmen terhadap pelestarian lingkungan dan edukasi publik, PT Tirta Asasta Depok (Perseroda) menggelar Seminar Edukasi Lingkungan dan Pajak Air Tanah bertajuk “Menjaga Lingkungan Bersama untuk Kota Depok Maju” pada Selasa, 24 Juni 2025, di Margo Hotel, Depok. Acara ini menjadi ruang dialog penting bagi seluruh pihak yang terlibat dalam pengelolaan air tanah dan pembangunan kota yang berkelanjutan.
Seminar dibuka oleh Asisten Ekonomi dan Pembangunan Kota Depok, Bapak Fitriyawan, yang hadir mewakili Wali Kota Depok. Dalam sambutannya, beliau menekankan bahwa krisis kuantitas dan kualitas air tanah kini menjadi isu mendesak. Saat ini, lebih dari 80 persen warga Depok masih bergantung pada air tanah, sementara aksesnya semakin sulit. Jika tidak segera ditangani, air tanah dapat menjadi komoditas langka dalam waktu dekat. Beliau juga mengajak seluruh elemen masyarakat, khususnya pelaku usaha, untuk mulai beralih ke air perpipaan, dan meminta PT Tirta Asasta Depok agar melengkapi data penggunaan air masyarakat sebagai dasar pengambilan kebijakan yang akurat dan terukur.
Diskusi dalam seminar ini dipandu oleh Banu Muhammad sebagai moderator, dan menghadirkan narasumber dari berbagai instansi strategis. Dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, hadir Harni Sulistyowati, Pengendali Dampak Lingkungan Ahli Muda, yang menjelaskan dampak buruk eksploitasi air tanah berlebihan. Mulai dari penurunan muka tanah, pencemaran, intrusi air laut, hingga penipisan cadangan air tanah yang semakin mengancam kawasan perkotaan.
Sementara itu, dari Balai Konservasi Air Tanah – Kementerian ESDM, Janner Rahmat Sudianto, Penyelidik Bumi Muda, memaparkan bahwa Kota Depok berada dalam zona imbuhan Cekungan Air Tanah (CAT) Jakarta yang sangat strategis. Dalam pemantauan tahunan, telah terdeteksi tren penurunan kualitas dan kuantitas air tanah di berbagai titik. Melalui Permen ESDM No. 14 Tahun 2024, kini pengambilan air tanah di zona imbuhan dibatasi maksimal 25 meter kubik per hari, dengan prinsip konservasi yang disebut zero delta Q.
Dari sisi tata kelola dan perpajakan, Wahid Suryono, Kepala Badan Keuangan Daerah (BKD) Kota Depok, menyampaikan bahwa hingga Juni 2025, hanya 68 dari 153 titik sumur yang memiliki izin aktif. Tanpa izin, pajak air tanah (PAT) tidak dapat dipungut, dan ini menjadi kerugian daerah serta ancaman bagi keberlanjutan sumber daya air. Ia mengingatkan bahwa pelaku usaha wajib segera mengurus izin sebelum batas waktu Maret 2026 sesuai Permen ESDM terbaru.
PT Tirta Asasta Depok sendiri melalui Sudirman, Direktur Operasional, menegaskan bahwa pihaknya terus mengembangkan cakupan layanan air perpipaan yang saat ini masih 22,58 persen. PDAM juga mengedukasi masyarakat mengenai berbagai keuntungan menggunakan air perpipaan, seperti kualitas air yang telah memenuhi standar Permenkes No. 2 Tahun 2023, tidak memerlukan listrik tambahan untuk pompa, serta lebih aman dari pencemaran sumur.
Dari pihak pelanggan, dukungan datang dari dunia usaha. Christanto Nasution, Deputy GM Margo City Mall, menyampaikan testimoni yang menguatkan pentingnya transisi menuju air perpipaan.
“Kami sebagai pelanggan dari PT Tirta Asasta Depok sangat puas dengan pelayanannya. Mewakili para pengusaha, kami sangat mendukung pengurangan penggunaan air tanah dan berharap suatu saat nanti bisa sepenuhnya beralih ke air perpipaan seperti yang sudah kami lakukan di Margo,” ujarnya.
Seminar ini menegaskan bahwa pengelolaan air tanah tidak bisa dilakukan secara parsial. Butuh sinergi lintas sektor: pemerintah, pengusaha, masyarakat, dan penyedia layanan air untuk bersama-sama menjaga sumber daya ini demi masa depan Kota Depok yang lestari dan maju.